Sunday, March 26, 2017

[Memoar] My (Failed) Long Distance Relationship

"Kok mau sih, Git, LDR-an?"
"Nggak takut cowoknya selingkuh tuh?"
"Udah nggak ketemu berapa bulan?"
"Lebih enak pacaran sama yang deket tau, kemana-mana bisa dianter."
"Ih kok kuat sih?"
"Inget, Git, yang sayang bakal kalah sama yang selalu ada."

Pertanyaan-pertanyaan sejenis itu udah sering banget masuk kuping gue. Gue bisa jawab apalagi selain senyum? LDR emang dipandang skeptis sama banyak orang. Buat sebagian orang, LDR terdengar menyeramkan, menyedihkan, dan merugikan. Gue pun pernah ada di kubu mereka. Awal menjalani LDR, yang gue rasain ya kurang lebih insekuritas yang nggak bisa dikontrol. Gue selalu curiga sama apa yang dia lakukan. Gue selalu pantau aktifitas dia lewat sosial media yang ekstremnya, gue buka langsung akunnya, bukan lewat akun gue. Rasanya saat itu gue adalah cewek paling posesif di dunia (LOL). Belum lagi perdebatan-perdebatan nggak penting yang sering muncul karena (ehem) kangen. Tapi lagi-lagi, gue bisa apa? Dia bisa apa?

Selama lebih dari 5 tahun hubungan gue, 3 tahunnya dilewatin dalam keadaan LDR. Sumpah ini nggak gampang. Kuat-kuatin iman buat nggak tergoda sama apa pun yang punya probabilitas buat ngancurin hubungan LDR tuh nggak gampang loh. Bohong banget kalau gue bilang LDR gue lancar-lancar aja tanpa godaan faktor eksternal. 

Belum lagi di media sosial, banyak banget orang-orang yang berusaha buat menggoyahkan para pejuang LDR ini. Dan nggak jarang juga si pelaku LDR bakal ngebales mereka dengan ngasih list kelebihan pasangan LDR. Biasanya LDR-ers bakal menyangkal dengan "Ah LDR nggak selalu buruk kok, kita jadi nggak gampang bosen karena nggak sering ketemu. Sekalinya ketemu jadi kayak pasangan baru deh masih malu-malu manjyah." atau "LDR kan pembuktian kekuatan hubungan, kalau bisa tahan ya berarti emang beneran cinta.". Pun gue pernah ada di kubu orang-orang yang bela LDR setengah mampus.

Gue pernah mati-matian pertahanin hubungan LDR. Tau banget rasanya kangen tapi nggak bisa apa-apa. Tau banget rasanya harus jaga pikiran tetep positif dan percaya sama pasangan. Tau banget rasanya jealous nggak jelas sama temen-temen pasangan yang, somehow, ya emang bikin iri karena bisa setiap saat ada di samping dia. Been there, done that.

Pernah? Ya iya pernah, soalnya gagal, nggak lulus. Hehe.

"Terus kapok nggak, Git, kalo suatu saat nanti harus LDR lagi sama seseorang-yang-entah-siapa?" 

Sama sekali nggak. Masalah utama LDR itu sebenernya ada di diri tiap orang. Nggak semua orang bisa berhasil, pun nggak semua orang selalu gagal. LDR bukan cuma tentang kepercayaan sama pasangan, tapi juga sama diri sendiri. Percaya kalau lo bisa lewatin semuanya. Gue yakin sejuta persen, selama ada kemauan, semuanya pasti bakal bisa lo jalanin. Tapi kalau lo sendiri aja udah nggak yakin dan nggak punya kemauan ya udah bye aja. Lagi pula, if you really into she/he, you would do everything to stay with her/him, kan? Jarak mah kecil.

"Terus, nyesel nggak, Git, udah bertahun-tahun jadi pejuang LDR, eeeeh ujung-ujungnya gagal juga? Sayang kan itu waktu bisa buat cari yang lain." 

Sama sekali nggak. Kalau pun ada satu hal yang gue sesali dari kandasnya hubungan jarak jauh gue, it's just how he ended it. Thats all. Gue emang kehilangan waktu gue buat cari yang lain, tapi gue punya pengalaman yang nggak semua orang punya; my trust has been betrayed. EAAAA.

Gue sama sekali nggak punya niat buat discourage kalian para pasangan LDR. Malah gue mau pegang tangan kalian yang lagi menjalani LDR buat memberikan dukungan sepenuh jiwa dan raga. Gue tau LDR nggak gampang. Semua tentang kemauan, inget ya, ke-ma-u-an bukan kepercayaan. Kalau percaya tapi nggak punya kemauan mah sama aja bohong, ujung-ujungnya juga bisa tetep ditikung. Heu.

Anyway, gue nulis ini bukan bermaksud nyindir, nyinyir atau menjatuhkan pihak mana pun ya. Gue cuma mau share aja tentang kisah cinta jarak jauh yang banyak diperdebatkan orang-orang. Please don't take it seriously if you read this. Lagipula, I didn't mention any certain name and issue unless  the LDR itself, kan? :)

Buat kalian yang lagi LDR-an atau pun nggak, selamat jatuh cinta dan berjuang melawan jarak!










Fun facts : Gue nulis ini sebenernya dari pas masih jadi pejuang LDR. Tapi apalah dayaku ternyata gugur di medan perang dan tulisan ini pun gue rombak 70%. Udah lama banget ada di draft dan gue udah janji sama diri sendiri bakal nge-post ini kalau gue udah mulai bisa ngetawain masa lalu gue. So, yea, here I am!


Saturday, March 18, 2017

[Random Thought] Takdir dan Pilihan

Pilihan.

Atau takdir?

Gue pernah bahas masalah takdir dan pilihan beberapa tahun yang lalu di sini. Agak sedikit kaget juga sih kenapa gue yang dulu masih umur belasan tahun udah bisa mikir hal serumit itu. Bukannya mau meninggikan diri sendiri, tapi emang kenyataannya, nggak semua orang bisa punya pikiran kayak gitu. Bahkan orang-orang yang umurnya sama kayak gue di masa sekarang ini.

Makin tambah umur, semakin banyak pilihan yang ada di depan mata. Ada orang yang habis lulus pendidikan, mau lanjut lagi ke pendidikan yang lebih tinggi. Ada juga yang mulai merintis karir, entah jadi budak korporat atau bikin usaha sendiri. Pun ada yang mau langsung menikah.

Kemudian muncul mulut-mulut usil yang seenak jidatnya ngomong "Yaelah, lo bisa lanjut kuliah di luar dapet beasiswa yang oke, wong udah pinter dari sananya." atau, "Ya iya lah karir lo cepet naik, lo kan banyak kenal orang dalem." atau yang ini, "Emang udah takdirnya dia ketemu jodoh lebih cepet dari gue kali ya."

Hmm, yang begini nih yang minta dijitak. Siapa pun, menjalani hidupnya yang sekarang bukan dengan cuma-cuma. Pasti mereka membayarkan hal yang nggak semua orang rela bayarkan buat mendapatkan apa yang dia punya saat ini.

Ya iya sih dia kuliah dapet beasiswa super oke dengan gampangnya, tapi lo tau nggak seberapa besar kerelaan dia buat nuker waktu tidur dan mainnya buat belajar dan melakukan hal yang lebih bermanfaat? Sesuatu yang nggak mau lo lakuin kan?

Ya iya juga sih dia bisa sukses dalam karirnya karena banyak kenal sama 'orang dalem', tapi lo tau nggak kalo dia membangun relasi dengan banyak ikut organisasi kampus yang bikin dia susah punya waktu buat sekedar makan siang?

Terus apa lagi? Jodoh? Lo yakin mereka beneran berjodoh? Lo yakin mereka nggak punya pilihan lain selain menikah? Mengorbankan, mungkin mimpinya buat bebas berkarir atau berilmu, dan menukarnya sama konsekuensi kalo ternyata pasangan yang dia nikahin itu bukan jodohnya.

Semua tentang pilihan. Kita semua punya pilihan yang sama, tergantung gimana cara kita menyesuaikan sudut pandang biar lebih pas dan enak dicerna. Kalo lo ngerasa orangtua lo nggak mampu bayarin lo kuliah di luar negeri, lo bisa kan cari-cari beasiswa? Nggak usah yang muluk, sadar diri aja sama standar yang lo punya. Lo juga bisa kok sukses berkarir dari muda, asal lo mau ngorbanin waktu lo selama kuliah yang tadinya dialokasiin buat main-main nggak jelas jadi 'main-main' bermanfaat. Lo juga bisa kok terima cowok yang setengah mati cinta sama lo, tapi lo nggak pernah suka. Siapa tau kalian jodoh.

Semua tentang pilihan. Apa pun yang lo punya hari ini, pasti buah dari pilihan yang dulu setengah mati lo perjuangkan. Kuliah di universitas ternama tapi susah lulusnya? Ya, lo kan bisa milih buat kuliah di universitas biasa aja kalo mau cepet lulus. Ngeluh-ngeluh susah nyari kerja? Coba usahanya ditingkatin lagi, lo kan nggak pernah tau saingan yang berhasil ngalahin lo udah berusaha dan jatuh bangun seberapa keras. Patah hati? Harusnya lo udah tau sih kalo patah hati emang risiko dari jatuh cinta. Kalo nggak mau patah hati mah, nggak usah diterima itu cowok. Lo kan 'pernah' punya semua pilihan itu.

Semuanya tentang pilihan. Tuhan nggak mungkin sejahat itu buat ngasih lo takdir tanpa pilihan. Satu-satunya yang harus lo lakuin ya jalanin aja apa yang udah lo pilih ini, serusak atau semulus apa pun jalannya. Takdir pasti baik kok. At least, baik bagi diri lo, bukan orang lain.

Selamat memlih, menjalani, dan bersyukur!

Wednesday, March 15, 2017

[Memoar] Dear Gita

Dear Gita,

I'm so sorry for looking you down in these past four months. I'm sorry for keep told you to be positive when the vibes was positively negative. I'm sorry for not listening to your heart. I'm sorry for always blaming you and thought it was all your faults.

I know, loving is hurts sometimes. Its because you did it right. Its okay to feeling hurts and pity. Its okay to crying out loud. Its okay to hear your heart cracking and bleeding at the same time. Its all okay. Wounds take time to heal. Embrace it.

When you finally has done with your 'crappy' things, promise me to get up. Forgiving is all you have to do. Calm down, I'm not gonna force you to forget. If someone had use their rights to broke your trust, then you have a rights to not forget their fault.

Be happy, Git.


Love,

Your logics

Sunday, March 12, 2017

[Memoar] Kala

Tidak selamanya tangis pertanda pilu
Tidak selamanya rindu harus terucap
Tidak selamanya kata datang dari hati
Dan tidak selamanya ini selalu tentang kamu

Tuesday, March 7, 2017

[Memoar] Pertama Kali

Selalu ada kali pertama untuk segala hal

Pertama kali kamu menapakkan kakimu ke bumi

Pertama kali kamu mampu mengayuh pedal sepeda tanpa terjatuh

Pertama kali kamu mengenggam piala bertuliskan 'Juara 1'-mu

Pertama kali kamu rindu pada teman lamamu

Pertama kali kamu mendengar 'klik' saat bertemu dengan seseorang

Pertama kali kamu menangis karena cinta tidak berpihak

Pertama kali hatimu hancur menjadi kepingan kecil

Pertama kali kamu menyadari bahwa tidak semua orang yang kamu pikir peduli padamu, benar-benar peduli

Selalu ada kali pertama untuk segala hal

Tapi tidak segala hal memiliki kali kedua

Friday, March 3, 2017

[Memoar] Bukan Kehilangan

Katamu
aku tidak perlu merasa kehilangan
karena kamu sudah pernah
merasakan kehilangan yang lebih besar

Kamu benar
aku tidak perlu merasa kehilangan
karena kamu masih disini
pun di bawah langit yang sama denganku

Aku bersyukur
kamu belum pernah merasakan luka yang sama denganku
yang ku harap setengah mati
tidak akan pernah terjadi padamu