Friday, April 26, 2013

[Random Thought] Batu

Kadang, sebagai manusia biasa, saya suka merasa diri saya itu 'batu' banget. Kata-kata bijak sebagus apapun, cuma bakal saya inget tapi nggak akan saya percaya. Saya paling anti nulis ulang kata mutiara tapi saya sendiri tidak merasakan kekuatan magis yang ada disana. Sampai pada akhirnya, saya yang merasakannya sendiri.

"Jangan lihat ke atas, lihat saja ke bawah."

Kalimat di atas biasanya dilontarkan oleh orangtua. Tapi, nggak jarang juga anak seumuran saya, yang baru 18 tahun hidup di dunia mengatakan hal serupa. Ada dua kemungkinan, dia emang udah pernah ngerasain ada di posisi itu dan ngerasain kebenarannya, atau dia cuma pura-pura bijak. Saya sendiri nggak pernah begitu mengindahkan  kata-kata itu ketika kemudian saya merasa menjadi orang yang paling nggak beruntung, paling merana, dan paling menyedihkan di dunia ini. Sesuatu dalam diri saya seperti mengetuk dan memerintahkan saya untuk berhenti berpikiran jelek seperti itu, untuk mulai melihat sekeliling. Bukan keliling yang ada di atas, tapi di bawah. Dan dengan ajaibnya, saya seperti merasakan apa yang mungkin orang-orang sudah rasakan sebelumnya melalui kalimat itu. Lewat kalimat sesimpel itu, Tuhan seperti ingin menyampaikan beribu-ribu pukulan untuk menyadarkan manusia-Nya. Sayang, saya baru merasakan 2. Hahaha. 

Tapi bagi saya, itu sudah cukup untuk memecahkan batu yang ada di pikiran saya. Barsyukur dan merasa puas, dua hal itu yang saya tangkap dari kalimat sependek itu. Dengan melihat ke atas, rasa syukur nggak akan pernah datang, yang ada cuma keserakahan. Begitu juga dengan rasa puas. Coba kalau kita lihat ke bawah, baru melirikkan mata ke bawah saja, rasa syukur dan puas sudah memenuhi hati kita yang biasanya serakah, nggak pernah bersyukur, dan nggak pernah puas. Sebenarnya pepatah yang mengatakan "manusia adalah makhluk yang tak pernah puas" itu bisa dipatahkan oleh kalimat ajaib yang satu ini. Saya berpikir, kalau para koruptor bisa menyelami kalimat dengan sejuta makna ini, Indonesia bisa bersih dari koruptor. Untuk orang seperti mereka, jeruji besi ataupun lantai yang dingin tak akan berpengaruh banyak terhadap kebiasaan mereka memakan uang yang bukan haknya. Dan juga.. untuk orang yang 'batu' seperti saya. Mungkin tulisan ini bisa membantu, ya, walaupun sedikit. :)

Friday, April 19, 2013

[Memoar] Sia-sia?

Saya peserta UN tahun 2012/2013 dan saya merasa sangat kecewa.

Kalimat pembuka diatas mungkin udah cukup membuat kalian mengerti kemana arah pembicaraan saya kali ini. Yap, Ujian Nasional. Tahun ini sangat luar biasa. 20 paket soal, dengan barcode di setiap lembar soal dan lembar jawaban, LJUN yang ternyata kualitasnya sangat buruk, tingkat kesulitan di beberapa mata pelajaran yang lebih tinggi daripada UN tahun sebelumnya. Saya pikir, keadaan saya dan teman-teman adalah yang paling buruk. Tapi kenyataannya banyak yang lebih menderita dari kami. Di beberapa daerah luar pulau jawa, soal dan LJUN hanya sebatas lembar fotokopian, bahkan ada daerah yang belum ujian sama sekali! Katanya sih karena keterlambatan pencetakkan naskah UN oleh percetakan yang ditunjuk. Ujian Nasional harusnya diadakan serempak di seluruh Indonesia, kan? Entah bagaimana, saya jadi membayangkan jika saya yang ada di posisi mereka.

3 tahun serkolah mati-matian, tapi diperlakukan sangat buruk oleh kemendikbud. Kemendikbud terkesan main-main menangani masalah UN ini. Mereka seperti memaksakan sesuatu yang sebetulnya tidak bisa mereka tuntaskan. UN dengan 20 paket? Barcode? Mereka mengharapkan dengan adanya kedua inovasi baru ini, peserta ujian bisa jujur dalam mengerjakan soal. Tapi.. apakah pantas mereka mengharap kejujuran sementara mereka sendiri masih enggan berteman dengannya? Coba lihat yang terjadi sekarang, persiapan yang belum matang, cacat disana sini, menjadikan UN tahun ini menjadi yang terburuk sepanjang 5 tahun terakhir. Yaaaa, saya sih bukannya suudzan ya, tapi.. yakin tuh nggak ada kasus suap dan penyelewengan dana sana sini? Yang saya dengar sih anggaran dana buat nyelenggarain UN tahun ini mencapai 6oo milyar, dan itu katanya lebih besar daripada anggaran tahun lalu. Nah! Dengan anggaran yang lebih besar dari tahun sebelumnya, harusnya nggak ada dong LJUN yang sebenernya lebih pantas disebut kertas buram? Tolong Bapak menteri jangan jadikan 20 paket soal sebagai alasan agar kami semua bersikap jujur. Tidak adil rasanya kita mati-matian untuk jujur tapi yang di atas semakin menjauhi perilaku jujur.